Sabtu, 27 Agustus 2016

Merokok, Bunuh Diri Secara Terencana

GUE tahu para perokok aktif selalu punya alasan untuk membenarkan kebiasaan merokoknya, mulai dari merokok itu obat stress, rokok teman setia, hingga ada yang bilang urus saja urusanmu daripada ngurusin orang yang merokok.
Gue sebenarnya ogah ngurusin pecandu rokok model begitu, lagian kagak ada untungnya buat gue. Hanya saja tulisan ini gue tujukan buat orang-orang yang punya niat berhenti merokok atau bagi yang belum terlanjur merokok supaya mempertimbangkan ulang niatnya untuk mencoba rokok.
Catet ya, “Tulisan ini cuma gue tujukan untuk orang yang masih memiliki ‘kewarasan hati’ untuk menjauhi rokok, kalau masih ‘gila hati’ pada rokok kagak perlu berlaga bibir apalagi sumpah serapah di komentar!” Kalau ada yang demontrasi aksara untuk menghujat tulisan gue, dan lebih membela rokok, maka ketahuan sekali bahwa ‘rokok telah menjadikan elo sebenar sakit jiwa.” Paham!
Gue pernah diejek temen, katanya “Nggak ngerokok itu banci. Nggak ngerokok itu nggak ganteng. Nggak ngerokok itu nggak jantan [perkasa].” Gue tunjukkin sebuah majalah yang memuat survey bahwa 75 % banci adalah perokok. Kemudian gue tunjukin foto-foto yang gue download dari Google betapa buruknya wajah perokok, mulai dari tenggorokannya membusuk hingga bibirnya menghitam. Terus masalah nggak ngerokok nggak jantan, langsung gue tunjukin tulisan “Merokok dapat menyebabkan impotensi,” terus kalau udah impoten apa gunanya seorang lelaki? Menang di otot, tapi lemah di ranjang, bisa-bisa istri minta cerai daripada nggak dapat nafkah batin yang layak karena suaminya belum apa-apa sudah loyo.
Sejujurnya, para pecandu rokok itu selalu berupaya membujuk kita agar merokok. Kalau dipikir-pikir, udah jelas merokok itu berdampak buruk, kenapa masih ngajak juga, lama-lama kok mirip setan yang mengajak pada perbuatan keji. Bahkan gue langsung bilang ke temen itu, “Setan elo ya, masa gue mau elo ajak bunuh diri secara perlahan melalui rokok, kalau mau bunuh diri pake rokok elo aja sendiri, jangan ajak-ajak gue dah.”
Eh, dia malah ketawa dan bilang kayak gini, “Ngerokok mati, nggak ngerokok mati, mending ngerokok sampai mati.” Ampun, gue membatin kayaknya Fakultas Ilmu Sosial perlu membuat jurusan yang khusus meluluskan sarjana dengan profesi Psikiater Pecandu Rokok, agar temen gue bisa dirujuk ke sana untuk dirawat.
Gue bilang bahwa merokok itu sama dengan bunuh diri secara terencana. Bayangin aja nih dalam rokok ada 4000 bahan kimia dan 400 racun yang membahayakan tubuh. Di antaranya: Polonium yang digunakan sebagai pemicu neutron untuk senjata nuklir, emang tubuh elo itu teroris hingga mesti dinuklir? Nitrosamine menyebabkan kanker pada hewan, cie cie cie soulmate ya sama binatang. Formaldehid menyebabkan kanker dan digunakan untuk mengawetkan mayat, jadinya mayat hidup dong. Arsenik merupakan zat racun yang sangat kuat. digunakan sebagai alat pembunuhan yang sempurna dalam beberapa abad terakhir, dan begitu sempurnanya diri elo yang udah milih racun itu untuk bunuh diri. Sianida digunakan oleh Nazi untuk membunuh jutaan orang Yahudi di kamar gas. Sianida juga digunakan di Amerika Serikat sebagai alat untuk hukuman mati, dan elo milih mengeksekusi diri sendiri.
Buat yang beragama Islam, baiknya pahami surah an-Nisa ayat 30, “Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Mahapenyayang kepadamu.” Bahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan, “Barang siapa terjun dari sebuah bukit untuk menewaskan dirinya maka kelak ia akan masuk neraka dalam keadaan terlempar jasadnya. Ia kekal dalam neraka selama-lamanya. Barang siapa yang meneguk racun dan racun itu menewaskan dirinya, maka racun itu akan tetap dalam genggaman tangannya sambil meneguknya di dalam neraka jahanam. la juga kekal di dalamnya selama-lamanya.”
Sekali lagi, gue ngebuat tulisan ini buat yang mau tobat ngerokok atau buat bahan pertimbangan bagi yang berniat merokok. Kalau yang udah jadi pecandu rokok, kagak usah marah-marah, karena itu ‘bujukan setan asap rokok’ yang sudah memenuhi pikiran elo. Kalau mau insyaf bagus, kalau mau nerusin ngerokok itu juga bagus. Baguslah kalau sekiranya cepat mati karena racun terkutuk itu. Daripada terus-terusan hidup, malah nyusahin istri karena menyunat uang belanja untuk beli rokok, atau menjadikan perokok pasif karena kebodohannya saat merokok di tempat umum. []
Arief Siddiq Razaan, 18 September 2015

Jumat, 19 Agustus 2016

Wasiat dan pesan penting Rosulullah SAW Untuk pemuda muslim



Assalamu’alaikum wr wb

Salam pemuda kepada kalian semua yang menaungi lautan beserta daratan bumi ini, yang menggelora diantara bintang-bintang yang ada, serta salam hangat kepada pemuda muslim yang senantiasa menemban dakwah dijalan allah swt, sesungguhnya tidak ada merugi di usia muda kalian apabila kita curahkan tenaga kita,pikiran kita dan semangat kita untuk berjuang dijalan allah, yaitu ISLAM ( ALLAHU AKBAR). Karna Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam mengajarkan kepada kita bahwa pemuda adalah asset utama bangsa, dan pelanjut, penerus estafet kepemimpinan. Menurut ahli kepribadian, usia itulah (15-30) yang menentukan arah dan pertumbuham kehidupan seseorang.Generasi muda adalah istilah yang mengacu kepada tahapan masa kehidupan seseorang yang berada diantara usia remaja dan tua.

Antara fase murohaqah dan syaikhukhah.Ia sudah meninggalkan masa remajanya, namun belum memasuki masa tua. Dalam posisinya yang sedemikian itu, generasi muda sering tampil dengan ciri-ciri fisik dan psikis yang khas dan unik.Secara fisik, ia telah tampil dengan format tubuh, panca indera yang sempurna pertumbuhannya. Tinggi badan, raut muka, tangan, kaki dan sebagainya terlihat segar, laksana bunga yang baru tumbuh. Sedangkan secara psikisi tampil dengan jiwa dan semangat yang menggebu-gebu, penuh idealisme, segalanya ingin cepat terwujud dan seterusnya.
Dalam keadaan yang demikian itu ia sering menunjukkan dinamika dan kepeloporannya dalam menegakkan dan membela sebuah cita-cita. Dengan demikian gerakan sosial, protes, demontrasi dan sebagainya sering dipelopori generasi muda.

Nabi Muhammad misalnya mengingatkan dalam sabdanya sebagai berikut:
اُوْصِيْكُمْ بِالشَّبَابِ خَيْرًا فَاِنَّهُمْ اَرَفُّ اَفْئِدَةً اِنَّ اللهَ بَعَثَنِيْ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا فَخَالَفَنِى الشُّيُوْخُ ثُمَّ تَلاَ قَوْلَهُ تَعَالَى فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ.
“Aku wasiat-amanatkan kepadamu terhadap pemuda-pemuda (angkatan muda) supaya bersikap baik terhadap mereka.Sesungguhnya hati dan jiwa mereka sangat halus. Maka sesungguhnya Tuhan mengutus aku membawa berita gembira, dan membawa peringatan. Angkatan mudalah yang menyambut dan menyokongaku, sedangkan angkatan tua menentang dan memusuhi aku. Lalu Nabi membaca ayat Tuhan yang berbunyi: “Maka sudah terlalu lama waktu (hidup) yang mereka lewati, sehingga hati mereka menjadi beku dan kasar”.

Ahli hikmah mengatakan, siapa yang tumbuh pada masa mudanya dengan orientasi, akhlak, kepribadian, karakter tertentu, maka rambutnya akan memutih dalam kondisi ia memiliki karakter yang telah diperjuangkannya itu (man syabba syaaba ‘alaihi).

Imam Syafii mengatakan : Sungguh pemuda itu distandarisasi dari kualitas ilmu dan ketakwaannya. Jika keduanya tidak melekat pada struktur kepribadiannya.Ia tidak layak disebut pemuda. Pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan (syubbanul yaum rijalul ghod).

Allah Subhanahu Wata’ala mengingatkan kepada kita agar tidak meninggalkan generasi yang lemah.Lemah iman, lemah ilmu, lemah akhlak, dan lemah ekonomi.

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا
Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS: An-Nisa/4:9).
Balasan Sesuai dengan Perbuatan

Hadits ini menunjukkan bahwa balasan yang didapat seseorang sesuai dengan perbuatannya.Al Jazau ‘ala jinsil ‘amal. Al Ujratu ‘ala qadril masyaqqah (pahala itu berbanding lurus dengan tingkat kepayahan). Barangsiapa yang menjaga (syariat/batasan) Allah, niscaya Allah akan menjaganya. Hal yang semakna dengan ini sangat banyak dijumpai dalam al-Quran maupun hadits, di antaranya:

إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Allah akan menolong kalian, dan mengokohkan kaki-kaki kalian.” (QS: Muhammad:7)

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan mengingat kalian.” (Q.S al-Baqarah:152)

وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ
“Dan penuhilah perjanjian denganKu, niscaya Aku penuhi perjanjian dengan kalian.” (QS: al-Baqarah:40). (Dalam faidah yang disarikan dari Jaami’ul Uluum wal Hikaam karya Ibnu Rajab)

Point-poin pesan Nabi tersebut bisa disimpulkan
1. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu
2. Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu
3. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah
4. Jika engkau meminta tolong, mintalah tolong hanya kepada Allah
5. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu manfaat (keuntungan), maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu
6. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu
7. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. Artinya, pena yang menuliskan taqdir telah diangkat (tidak menulis lagi) dan lembaran-lembaran yang ditulisnya pada Lauhul Mahfudzh sudah kering, tidak akan lagi tambahan dan pengurangan. Taqdir semua makhluk yang telah Allah tuliskan, dan hanya Allah saja yang tahu, tidak akan pernah berubah sama sekali.*
(Sumber : Shalih Hasyim)

Sabtu, 13 Agustus 2016

Kemerdekaan Hakiki dalam Islam

Menurut KBBI, merdeka berarti bebas dari penghambaan atau penjajahan, berdiri sendiri dan tidak terikat atau bergantung pada pihak tertentu. Apakah bangsa Indonesia benar-benar telah dikatakan merdeka?

Mungkin secara fisik benar Indonesia telah merdeka hampir 71 tahun lamanya, namun secara non fisik Indonesia belum dikatakan benar-benar merdeka. Kisruh Tanjungbalai, Freeport, separatisme adalah fakta. Hancurnya Rupiah dan cengkraman kartel mafia asing dan aseng adalah fakta. Lemahnya negara di hadapan mereka, sementara begitu terpaksa ketika menindak umat Islam adalah fakta.

Indonesia dengan kekayaan alamnya yang begitu melimpah, sudah bukan lagi dijajah secara fisik. Sudah tidak lagi kita temukan kerja rodi seperti zaman dahulu. Namun yang terjadi saat ini justru lebih pedih, Indonesia dijajah secara soft. Asing dan aseng melakukan penjajahannya dengan penjajahan gaya baru.
Penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh asing dan aseng diantaranya adalah :
1.        Privatisasi, yaitu pengambilalihan kekayaan negara untuk dimiliki dan dikuasi oleh perusahaan tertentu atau oleh orang yang mempunyai modal.
2.        Pencabutan subsidi.
Listrik dan bbm adalah dua contoh kebutuhan yang dikurangkan subsidinya oleh pemerintah. Bukan malah meringankan rakyatnya, hal ini malah semakin membuat rakyat sengsara. Terlebih dengan adanya perluasan objek pajak yang membuat rakyat benar-benar semakin sengsara.
3.        Penguasaan sumber daya alam dan perekonomian.
Banyak kekayaan alam Indonesia yang dikuasai oleh asing. Menurut data yang dilansir nusantaranews.co, ada sekitar 276 blok migas Indonesia yang dikuasai oleh asing. Salah satunya adalah Blok Mahakam yang masih memiliki cadangan gas sekitar 12,5 tcf. Di mana dengan potensi cadangan tersebut Blok Mahakam bisa menjadi sumber devisa dengan pendapatan US$ 187 Miliar atau setara dengan Rp 1.700 Triliun. Tapi faktanya, semua prediksi angka itu menjadi santapan lezat pihak asing.
4.        Utang luar negeri.
Indonesia tak kapok-kapoknya menerima pinjaman dari pihak asing. Hutang Indonesia sudah menembus angka Rp 3.279,28 Triliun per April 2016 (Liputan6.com 29/05).
5.        Politik dan Hukum
76% Undang-undang dan Rancangan Undang-undang (RUU) Indonesia dinilai mengakomodir kepentingan asing.

Dari data-data di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum benar-benar merdeka. Indonesia masih berada dalam cengkraman penjajahan oleh asing dan aseng.

Lalu keadaan yang seperti apa yang disebut dengan kemerdekaan yang hakiki itu? Menurut Prof. Fahmi Amhar, kemerdekaan dalam Islam itu terbagi dalam tiga bagian.
1.        Kemerdekaan Individu
Seseorang dikatakan merdeka apabila ia terbebas dari tekanan hawa nafsunya. Ketika melakukan perbuatan ia selalu menyandarkan segala perbuatannya kepada aturan Allah. Ia selalu berfikir sebelum berbuat, apakah perbuatan sesuai dengan hukum syara atau tidak.
2.        Kemerdekaan Masyarakat
Masyarakat dikatakan merdeka ketika mereka tidak lagi menjadi pengekor pola pikir, budaya, dan bahkan agama para penjajah.
3.        Kemerdekaan Negara
Negara dikatakan merdeka apabila terbebas dari penjajahan, baik secara fisik, politik, ekonomi, juga budaya. Negara tersebut bebas menerapkan aturannya dalam melindungi rakyatnya, tidak lagi ada tekanan dari negara yang pernah menjajahnya atau negara lainnya.

Sabda Nabi SAW, “Ucapkanlah satu kata, jika kalian memberikannya, maka seluruh bangsa Arab akan tunduk kepada kalian, dan orang non-Arab akan membayar jizyah kepada kalian". Nabi melanjutkan, “Katakanlah, laa ilaaha illallaah, muhammad rasulullah.” (Tiada sesembahan yang berhak disembah, kecuali Allah. Muhammad adalah utusan Allah)

Nabi SAW mendapatkan kekuasaan di Madinah, yang mana kalimat tauhid dijadikan dasar negara. Setelah itu, seluruh Jazirah Arab tunduk dan menjadi wilayah Negara Islam. Imperium Romawi dan Persia tunduk kepadanya.

Namun, setelah kalimat tauhid tidak lagi menjadi dasar negara, mereka pun hina dan tak berdaya. Negeri kaum Muslim hingga kini tetap terjajah, setelah kalimat tauhid itu dicampakkan dari kehidupan bernegara pasca runtuhnya Khilafah.

Kalimat tauhid itu masih ada, tapi hanya digunakan pada ibadah mahdhah saja. Selebihnya mereka campakkan.

Allah SWT berjanji memberi kekuasaan kepada Mukmin yang beramal shalih, jika mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan apapun [QS 24: 55]. Artinya, mereka harus #‎Khilafah Rasyidah, yang akan mengakhiri penjajahan dan mengembalikan keSmuliaan umat.
benar-benar mentauhidkan Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Bukan sembarang kekuasaan, tetapi kekuasaan yang Allah titahkan. Itulah

Pilihannya dengan Khilafah kita akan merdeka, atau tanpa Khilafah selamanya kita akan terjajah.

Jumat, 12 Agustus 2016

Pemimpin Kafir Haram

Empat belas abad yang lalu Baginda Nabi Muhammad saw. sudah mengingatkan umatnya:
«أَهْلَكَ أُمَّتِيْ رَجُلاَنِ: عَالِمٌ فَاجِرٌ، وَجَاهِلٌ مُتَعَبِّدٌ »
Ada dua orang yang membinasakan umatku: orang berilmu yang durjana dan orang bodoh yang suka beribadah (Al-Mawardi dalam Adab ad-Dunyâ wa ad-Dîn).

Menjelang Pilkada atau Pilpres, umat Islam telah mendapatkan ujian, khususnya dari mereka yang disebut orang berilmu. Pasalnya, mereka berani mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah serta apa yang telah disepakati sebagai Ijmak. Segala dalih dikemukakan. Bahkan ada yang dengan jelas berani menyatakan, “Ayat Konstitusi lebih tinggi dari ayat al-Quran.” Dengan alasan itu, dia tidak lagi mengindahkan larangan al-Quran. Padahal dia mengklaim sebagai Muslim. Larangan al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak pun mereka terjang. Bahkan mereka tidak segan menyesatkan umat dengan mengatakan, “Mana yang lebih baik, pemimpin Muslim yang korup atau pemimpin kafir yang bersih?”
Ada pula argumentasi lain, bahwa kepala daerah berbeda dengan kepala negara. Karena itu, kata mereka, larangan mengangkat pemimpin kafir sebagai kepala negara tidak berlaku untuk kepala daerah. Lebih mengerikan lagi, mereka tidak segan membajak pendapat ulama sekelas Imam al-Mawardi, seolah umat Islam bisa mereka bodohi dengan manipulasi mereka.

Pemimpin Diangkat untuk Menegakkan Agama
Islam memang mensyariatkan pengangkatan pemimpin dan penguasa bagi kaum Muslim. Islam mensyariatkan hal itu untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan oleh syariah. Pemimpin kaum Muslim itu diangkat untuk menegakkan agama Allah, menegakkan syariah-Nya, mewujudkan amar makruf nahi mungkar, meninggikan kalimat-Nya, menjaga pelaksanaan hudûd-Nya, memelihara hak-hak para hamba-Nya serta mengatur urusan kaum Muslim baik dalam urusan agama ataupun urusan dunia mereka. Dalam syariah, pemimpin (peguasa) itu diangkat tidak lain untuk menerapkan syariah secara menyeluruh. Penerapan syariah secara menyeluruh akan membuahkan rahmat untuk seluruh manusia. Dengan pemimpin yang menerapkan syariah itulah akan terwujud Islam rahmatan lil ‘alamin.
Imam al-Mawardi di dalam Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah (hlm. 5) menyatakan, “Imamah adalah topik untuk khilafah nubuwwah dalam memelihara agama dan mengatur dunia. Mengakadkan Imamah/Khilafah untuk orang yang menegakkan hal itu di tengah umat adalah wajib.”
Jika demikian tugas dan pentingnya kepemimpinan bagi kaum Muslim, maka bagaimana mungkin pemimpin kafir—yang tidak mengimani Islam—akan menegakkan tugas-tugas itu? Bagaimana mungkin pemimpin kafir—yang tidak mengetahui dan meyakini mana yang makruf dan mana yang mungkar—akan bisa menegakkan amar makruf nahi mungkar? Bagaimana mungkin pemimpin yang tidak mengetahui dan meyakini urusan keagamaan kaum Muslim akan bisa mengurusi dan memperhatikan urusan kaum Muslim? Oleh karena itu, sangat jelas bahwa orang kafir tidak mungkin diangkat menjadi pemimpin bagi kaum Muslim.

Pemimpin Kafir Haram!
Dengan tegas Allah SWT telah menyatakan keharaman orang kafir menjadi pemimpin bagi kaum Muslim.
﴿وَلَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِيْنَ عَلَى المُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً﴾
Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin.” (TQS an-Nisa’ [04]: 141).

Ayat ini merupakan kalimat berita [kalam al-khabar] yang berisi larangan (nahy). Ini karena adanya huruf nafyu al-istimrâr “lan” yang bermakna “penafian untuk selamanya”. Artinya, Allah SWT melarang untuk selamanya orang kafir menguasai orang Mukmin. Karena itu, berdasarkan ayat ini semua ulama sepakat, bahwa haram mengangkat orang kafir menjadi pemimpin kaum Mukmin (Ibnu al-‘Arabi, Ahkâm al-Qur’ân, I/641).
Dalam nash lain dengan tegas Allah SWT melarang kita menjadikan orang kafir sebagai wali:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ﴾
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan kaum kafir sebagai wali, selain kaum Mukmin(TQS an-Nisa’ [4]: 144).

Ibn Katsir menjelaskan bahwa ayat ini mengandung larangan atas kaum Mukmin untuk bersahabat, berteman, saling memberi dan meminta nasihat, berkasih sayang serta menyebarkan rahasia orang Mukmin kepada mereka (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr, Juz I/867).
Ubadah bin Shamit ra. menuturkan dari Nabi saw.:
«وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ، قَالَ: إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ»
“Hendaknya kita tidak mengambil alih urusan itu dari yang berhak.” Baginda bersabda, “Kecuali jika kalian menyaksikan kekufuran yang nyata, sedangkan kalian mempunyai bukti yang kuat di hadapan Allah.” (HR al-Bukhari).

Jika penguasa Muslim yang telah menjadi kafir saja wajib diganti, maka larangan ini juga berlaku untuk mengangkat orang kafir menjadi penguasa kaum Muslim. Jika mempertahankan pemimpin Muslim yang berubah menjadi kafir dilarang, apalagi memilih orang kafir menjadi pemimpin.
Selain al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak. Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, “Para ulama telah sepakat bahwa kepemimpinan itu tidak boleh diberikan kepada orang kafir. Kalau kemudian tampak kekufuran pada dirinya, maka dia wajib diganti.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim, VI/315).
Ibn Mundzir juga menyatakan, “Telah sepakat para ahli ilmu yang menjadi rujukan, bahwa orang kafir tidak berhak mempunyai kekuasaan atas kaum Muslim dalam urusan apapun.” (Ibn al-Qayyim, Ahkâm Ahl adz-Dzimmah, II/787).

Kepala Negara dan Kepala Daerah Sama
Memang ada pendapat Imam al-Mawardi tentang “wazîr tanfîdz” yang tidak disyaratkan harus Muslim karena hanya menangani urusan administrasi. Pendapat ini kemudian digunakan untuk mengabsahkan kebolehan gubenur non-Muslim. Terkait itu maka redaksinya harus dilihat dengan cermat sebagai berikut, “Adapun wizârah tanfîdz hukumnya lebih lemah dan lebih ringan syaratnya.Pasalnya, kewenangan dalam urusan (wizârah tanfîdz) ini terbatas pada melaksanakan dan menjalankanpandangan Imam (Khalifah). Wazir ini menjadi perantara Imam (Khalifah) dengan rakyat dan wali (kepala daerah). Dia bertugas menyampaikan apa yang diinstruktikan dari Imam (Khalifah) dan menjalankan apa yang telah disebutkan Imam (Khalifah). Dia juga melaksanakan apa yang diputuskan oleh Imam (Khalifah), memberitahukan pengangkatan wali (kepala daerah) dan penyiapan tentara. Dia juga bertugas menyampaikan kepada Imam (Khalifah) perkara penting yang ada serta peristiwa penting yang silih berganti, agar dia bisa menjalankan apa yang diinstruksikan kepada dirinya. Dia merupakan pembantu dalam menjalankan berbagai urusan, bukan wali dan orang yang diangkat untuk mengurus urusan tersebut. Jika dia dilibatkan dalam memberikan pendapat, itu lebih khusus atas nama wazir. Jika dia tidak dilibatkan maka itu lebih menyerupai perantara dan utusan…Dia tidak boleh memerintah sehingga harus berilmu, tetapi dia hanya berhak terhadap dua perkara: Pertama, menyampaikan kepada Khalifah. Kedua, menyampaikan dari Khalifah.” (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 34-35).
Dalam kalimat berikutnya, Imam al-Mawardi menyatakan, “Berdasarkan empat perbedaan di antara dua kategori ini maka ada empat perbedaan syarat pada kedua wazir tersebut. Pertama: Merdeka menjadi patokan bagi wizârah tafwîdh, tetapi tidak bagi wizârah tanfîdz. Kedua: Islam menjadi patokan wizârah tafwîdh, tetapi tidak bagi wizârah tanfîdz. Ketiga: Ilmu tentang hukum syariah menjadi patokan bagi wizârah tafwîdh, tetapi tidak bagi wizârah tanfîdz. Keempat: Mengetahui urusan perang dan kharaj menjadi patokan bagi wizârah tafwîdh, tetapi tidak bagi wizârah tanfîdz.” (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 36).
Jelas, yang dimaksud dengan wazîr tanfîdz oleh Imam al-Mawardi adalah pembantu Khalifah di bidang administrasi; bukan kepala daerah, baik wali maupun amil. Dia tidak boleh membuat keputusan, apalagi memerintah. Itulah posisi wazîr tanfîdz yang dimaksud oleh Imam al-Mawardi. Artinya, dia bukan pembuat kebijakan; bukan kepala daerah, baik tingkat I maupun tingkat II.
Kesimpulan ini bisa dilihat pada bab berikutnya ketika beliau membahas bab Taqlîd al-Imârah ‘ala al-Bilâd (pengangkatan kepala daerah). Pada bab ini beliau menegaskan bahwa syarat kepala daerah sama dengan syarat wazîr tafwîdh. Dalam hal ini, Imam al-Mawardi menyatakan:
وَتُعْتَبَرُ فِي شُرُوْطِ هَذِهِ الإمَارَةِ الشُّرُوْطُ المُعْتَبَرَةُ فِي وِزَارَةِ التَّفْوِيْضِ
Syarat-syarat yang diakui dalam syarat kepala daerah ini adalah syarat-syarat wizârah tafwîdh (Al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sulthâniyyah, hlm. 41).
Terkait syarat-syarat wizârah tafwîdh beliau antara lain mengatakan, “Dalam pengangkatan wizârah ini, syarat yang diberlakukan adalah syarat Imamah, kecuali nasab saja.” (Al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 30).
Karena itu merupakan kesalahan besar, bahkan melakukan kebohongan atas nama al-Mawardi, jika dikatakan bahwa kepala daerah boleh non-Muslim, dengan alasan sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam al-Mawardi. Padahal Imam al-Mawardi tidak pernah menyatakan seperti itu. Gubenur, walikota, bupati adalah kepala daerah, atau dalam bahasa beliau termasuk imârah ‘alâ al-bilâd, yang tidak boleh dijabat oleh non-Muslim. Itulah pendapat Imam al-Mawardi.
Wahai Kaum Muslim:
Dengan demikian keharaman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin (penguasa) telah sedemikian jelas. Tidak ada argumentasi syar’i yang bisa membenarkan pengangkatan pemimpin (penguasa) kafir atas kaum Muslim. WalLâh a’lam bi ash-shawâb[]

Senin, 08 Agustus 2016

Kronologi Lengkap Kerusuhan Tanjungbalai



Berikut ini kronologis kerusuhan antara warga Tanjungbalai dengan masyarakat etnis Tionghoa pada Jumat, (29/07).

1. Pada hari Jum’at tgl 29 Juli 2015 sekitar pkl 21.00 Wib, bertempat di Jln.Karya Lingkungan II Kelurahan TB.Kota I Kec.Tanjungbalai Selatan Kota Tanjungbalai telah terjadi keributan antara masyarakat Etnis Tionghoa dgn masyarakat pribumi.

Masyarakat Etnis Tionghoa yg bernama Erlina, umur 46 thn, Pekerjaan ibu rumah tangga, memprotes dan melarang pengeras suara dari Masjid Al Maksum hingga memicu masyarakat pribumi ± 50 orang melakukan aksi spontanitas melempari rumah Erliana. Merasa tidak terima mereka melaporkan ke Kepala Lingkungan (Kepling) dan dibawake kantor Lurah TB. Kota I Kec. Tanjungbalai Selatan.

2. Pada pkl 21.35 Wib, Pengurus Masjid Al Maksum dan Masyarakat Etnis Tionghoa yg bernama Erlina dan Suami beserta Kepling mendatangi Kantor Lurah Kelurahan TB. Kota I Jln.Juanda untuk didamaikan. Dikarenakan tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak yang ribut, akhirnya diarahkan ke Kantor Polsek Kota Tanjungbalai.

Saat ini pengurus Masjid Al Maksum dan masyarakat Etnis Tionghoa yang bernama Erlina dan Suami beserta Keliling sedang diperiksa di Kantor Polsek Kota Tanjungbalai. Ketua MUI Bpk. H. Syahron Sirait dan Sekretaris FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Bpk. Marolop sudah di Polsek Kota Tanjungbalai.

3. Pada hari Sabtu tgl 30 Juli 2016 sekitar pkl 00.45 Wib, bertempat di Pantai Amor Jalan Asahan Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan Kota Tanjungbalai telah terjadi pelemparan, pembakaran dan pengrusakan Vihara, Kelenteng beserta kendaraan roda empat. Adapun Vihara dan Kelenteng yang dirusak dan dibakar, sbb :

A. Vihara dan Kelenteng dibakar dan dirusak :

1) Vihara Tri Ratna (dibakar) dan 3 Unit kendaraan roda 4 dibakar Jln. Asahan Kel. Indra Sakti Kec. Tanjungbalai Selatan.
2) Vihara Avalokitesvara (dibakar) Jln.Teuku Umar Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan.
3) Kelenteng Dewi Samudra (dibakar) Jln.Asahan Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan.
4) Kelenteng Ong Ya Kong (dibakar) Jln.Asahan Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan.
5) Kelenteng Tua Pek Kong (dibakar) Jln.Asahan Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan.
6) Kelenteng Tiau Hau Biao (dibakar) Jln.Asahan Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan.
7) Kelenteng Depan Kantor Pengadaian (dibakar) Jln.Sudirman Kel.Perwira Kec.Tanjungbalai Selatan.
8) Kelenteng (dibakar) Jln.M.T.Haryono Kel.Perwira Kec.Tanjungbalai Selatan.
9) Kelenteng Huat Cu Keng (dibakar) Jln.Juanda Kel.TB.Kota I Kec.Tanjungbalai Selatan.
10) Kelenteng (dirusak) Jln.Juanda Kel.TB.Kota I Kec.Tanjungbalai Selatan.
11) Yayasan Sosial (dirusak) dan 3 Unit Kendaraan roda 4 dirusak Jln.Mesjid Kel.Indra Sakti Kec.Tanjungbalai Selatan.
12) 3 Unit rumah (dirusak).

B. Kerugian Materil diperkirakan milyaran rupiah untuk korban jiwa nihil, situasi saat ini sudah kondusif, massa yang ribuan sudah terpecah dan sebagian sudah kembali ke rumah masing-masing.

C. Untuk mengantisipasi kejadian susulan setiap Vihara dan Kelenteng dijaga dan diamankan oleh TNI dan Polri. Jalan² penghubung menuju ke Kota Tanjungbalai ditutup dan dijaga oleh Aparat.

D. Untuk antisipasi menjelang Sholat Subuh TNI dan Polri tetap melaksanakan Patroli dan Siaga.

Berusia 17 Tahun, Alvin Putra KH Arifin Ilham Melangsungkan Pernikahan dengan Lawan Debatnya

Muhammad Alvin Faiz, putra pertama KH Muhammad Arifin Ilham melangsungkan pernikahan dengan Larissa Chou. Akad nikah berlangsung selepas shalat Subuh, Sabtu (6/8/2016) di Masjid Az-Zikra, Sentul Bogor, Jawa Barat.

Proses menuju pernikahan Alvin yang masih berusia 17 tahun dengan Larissa ini terbilang unik. Menurut Muhammad Jibriel Abdul Rahman, pendiri Arrahmah Media yang turut hadir saat akad nikah, disebutkan bahwa sebelumnya Larissa adalah pemeluk agama Kristen.

larissa chow alvin arifin ilham2“Waktu itu Alvin terlibat debat dengan Larissa yang etnis China itu soal Islam-Kristen. Larissa kalah debat. Akhirnya memutuskan memeluk Islam. Tak hanya itu, keluarganya termasuk ayahnya Rudi Gunawan juga memutuskan masuk Islam,” ungkap Jibriel kepada Voa-Islam, Sabtu (6/8/2016) pagi.

Proses akad nikah Alvin-Larissa ini dihadiri ribuan jamaah, ulama, dan tokoh. KH Didin Hafidhuddin memberikan khutbah nikah. Sementara KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii sebagai saksi.

“Kata Kiai Didin berseloroh, akad nikah selepas Subuh ini pertama di dunia. Iya mungkin bisa dimasukin rekor Muri,” ujar Jibriel.

Pernikahan Alvin dengan Larissa ini, jelas Jibriel, memberi pelajaran bagi para pemuda-pemudi Islam yang menunda-nunda untuk menikah.

“Bagi yang masih jomblo, seharusnya malu sama Alvin dan Larissa yang baru berusia 17 tahun sudah berani mengambil kesempatan untuk membina rumah tangga,” tandas Jibriel. (ts/voaislam)

Jumat, 05 Agustus 2016

Islam Dapat Menyelesaikan Permasalahan Ekonomi, dan tentu bukan dengan Tax Amnesty


Hallo rekan mahasiswa/i seperjuangan dijalan islam, tentu kalian dengar dong tentang hot isue mengenai tax amnesty, kalian setuju atau tidak nih, tentang peraturan pemerintah mengenai pengampunan pajak, jika iya mengapa? dan jika tidak mengapa?, tapi jangan dijawab dulu sebelum baca buletin yang satu ini yah, J selamat membaca !! J

Pada tahun 2016 tepatnya di bulan juli ini ada  Pengampunan pajak (tax amnesty) adalah penghapusan pajak yang diberikan kepada wajib pajak yang selama ini belum pernah atau tidak sepenuhnya membayar pajak atas harta mereka baik berupa penghapusan pajak terutang, sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dalam jangka yang ditetapkan UU. Data dan informasi mereka juga wajib dirahasiakan pejabat terkait. Syaratnya, wajib pajak tersebut mau membayar uang tebusan. Nilai uang tebusan tersebut ditentukan berdasarkan nilai aset yang dilaporkan dikali dengan tarif tebusan yang ditetapkan UU. Selain itu, jika harta yang dilaporkan tersebut berada di luar negeri dan direpatriasi atau dibawa masuk ke Indonesia, maka harta tersebut dikenakan tarif repatriasi yang nilainya juga ditetapkan UU.


Mengejar Setoran

Meskipun masa pemberlakukan UU Pengampunan Pajak hanya berlaku sepanjang enam bulan pada tahun 2016, Pemerintah memperkirakan pendapatan yang dapat diraup dari kebijakan itu dapat mencapai Rp 165 triliun dan buktinya sampai saat ini saja pendapatan atas pengampunan pajak kurang dari 50 miliar. Adapun dana repatriasi yang diperkirakan masuk ke Indonesia dapat mencapai Rp 1.000 triliun. Pada APBN 2016, pendapatan pajak ditargetkan sebesar Rp 1,546,7 triliun. Tahun lalu, dari target penerimaan pajak sebesar Rp 1.469 triliun, yang tercapai hanya sebesar Rp 1.240 atau sebesar 85% dari target.

Manfaat lain yang diharapkan Pemerintah dari tax amnesty adalah masuknya dana penduduk Indonesia yang selama ini disimpan di luar negeri. Menurut McKensey, ada sekitar USD250 miliar atau sekitar Rp 3.250 triliun kekayaan orang-orang kaya Indonesia (High Net Worth Individuals) yang disimpan di luar negeri. Dari jumlah itu, USD200 disimpan di Singapura baik dalam bentuk real estate, deposito dan saham. Bank Indonesia dengan menggunakan data Global Financial Integrity: Illicit Financial Flows Report 2015, memperkirakan nilai dana yang tidak jelas sumbernya yang berasal dari Indonesia yang ditaruh di luar negeri mencapai Rp 3.147 triliun.Sekadar catatan, upaya untuk meningkatkan tax ratio ini merupakan salah satu bagian dari target Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi komitmen Pemerintah Indonesia bersama sejumlah negara.Meskipun demikian, tidak sedikit yang menyangsikan optimisme Pemerintah tersebut. Pasalnya, orang-orang yang mendapat pengampunan pajak, meskipun dibebaskan dari segala tuntutan yang terkait dengan pajak dan datanya dirahasiakan, mereka tidak dijamin dari tuntutan pidana atas tindakan kriminal yang menjadi sebab kepemilikan aset mereka. Padahal diperkirakan banyak dari dana-dana yang diparkir di luar negari tersebut berasal dari pendapatan ilegal seperti pendapatan yang diperoleh dari hasil korupsi, transaksi narkoba, kegiatan penangkapan ikan secara ilegal, pertambangan ilegal, dan pembalakan hutan secara liar. Jika para penegak hukum dapat melacak sumber pendapatan tersebut maka wajib pajak pelapor dapat diseret ke meja hijau. Bagi para pemilik dana akan lebih aman menyimpan dana mereka di luar negeri terutama di negara-negara yang pajaknya rendah (tax haven) seperti Singapura. Di sisi lain, tax amnesty memberikan rasa ketidakadilan kepada para wajib pajak yang selama ini taat dalam membayar pajak. Kebijakan ini dapat memicu wajib pajak yang patuh untuk ikut mengemplang pajak dengan harapan bahwa suatu saat Pemerintah akan memberikan pengampunan kepada mereka. Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia telah beberapa kali melakukan pengampunan pajak yakni pada tahun 1964, 1984 dan 2007.


Problem Kapitalisme

Di negera-negara Kapitalisme, pajak adalah pilar utama penerimaan negara terutama Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebelum pasca reformasi hanya pajaka penjualan sekarang menjadi pajak pertambahan nilai yang dimna pajak dikenakan bukan atas penjualan barang atau jasa saja melainkan penyerahan atas suatu barang atau jasa juga pun ikut kena pajak, pendapatan perpajakan terhadap APBN mencapai sekitar 82% dari total penerimaan negara.. Di sisi lain, porsi pendapatan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti royalti pertambangan dan pendapatan BUMN terus turun.


Pandangan Islam

 Terdapat dalil yang melarang seluruh bentuk penarikan pajak yaitu sabda Rasulullah saw.:
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا
Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari ini, di negeri ini dan di bulan ini… (HR al-Bukhari Muslim).

Hadis ini menjadi dalil atas ketidakbolehan Pemerintah menarik pajak dalam membiayai penyelenggaraan negara. Negara hanya mengandalkan sumber-sumber pendapatan Baitul Mal telah ditetapkan oleh syariah seperti fai, ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, zakat (khusus untuk 8 asnaf), pendapatan dari harta milik umum dan harta milik negara dan sebagainya. Jika sumber-sumber tersebut dikelola dengan baik maka akan cukup untuk membiayai pengeluaran negara.Hanya saja, jika sumber pendapatan tersebut ternyata tidak mencukupi dalam membiayai pengeluaran yang bersifat wajib yang telah ditetapkan oleh syariah seperti pembayaran gaji pegawai negara, pemberian santunan kepada fakir miskin, pembiayaan aktivitas jihad, penanggulangan bencana, dan pembangunan infrastruktur yang dapat menimbulkan dharar jika tidak dibangun, maka kewajiban tersebut jatuh kepada kaum Muslim dalam bentuk pajak. Meskipun demikian, penarikan pajak tersebut hanya dibebankan kepada mereka yang kaya, yakni mereka yang memiliki kelebihan atas pemenuhan kebutuhan pokok dan sekundernya secara layak. Selain itu, jumlah dana yang ditarik tidak boleh melebih kebutuhan Baitul Mal dalam membiayai pengeluaran wajib tersebut di atas. Penarikan pajak juga bersifat sementara karena akan dihentikan jika kebutuhan tersebut telah terpenuhi.Akan halnya zakat yang dikenakan atas penghasilan seseorang muslim maka tarifnya hanya sebesar 2,5% dari hartanya jika telah mencapai batas minimal (nishab) yakni setara nilai 85 gram emas dan telah dimiliki selama setahun. Dengan tarif zakat yang bersifat tetap (flat) tersebut maka sebanyak apapun penghasilan seseorang maka ia hanya dikenakan tarif zakat yang sama. Adapun ahlu dzimmah, orang kafir yang tinggal di dalam negara Khilafah Islam, mereka sama sekali tidak dikenakan pajak atas penghasilannya. Mereka hanya membayar jizyah sekali setahun yang nilainya ditetapkan oleh Khalifah berdasarkan pendapatan ahli bahwa nilai tersebut tidak menyusahkan ahlu dzimmah.

Demikianlah, Islam memberikan solusi atas permasalahan negara dalam mengatasi masalah pendapatan dan pengeluarannya. Seluruhnya didasarkan pada dalil-dalil syariah yang bersumber dari Allah SWT, Zat Yang Mahaadil dan Bijaksana.Konsep tersebut jelas berbeda dengan sistem Kapitalisme seperti di negara ini ketika UU termasuk APBN disusun berdasarkan hawa nafsu manusia. Akibatnya, yang terjadi adalah meluasnya praktik kezaliman Pemerintah. Di antaranya rakyat, termasuk yang miskin, dibebani berbagai bentuk pajak dan pungutan untuk membiayai negara. Di sisi lain kekayaan negara diserahkan pengelolaannya kepada pihak asing. Pada saat yang sama, Pemerintah tak segan berkompromi dengan orang-orang kaya pelangar hukum dengan memberikan pengampunan pajak kepada mereka, tak peduli jika harta mereka diperoleh secara ilegal. 


 WalLâhu ‘alam bi ash-shawab. [sumber:Muhammad Ishaq]