Kamis, 09 Februari 2017

Warga Jakarta terganggu dengan gubernur berstatus terdakwa


DPRD DKI Jakarta tidak menepis kembalinya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjabat Gubernur DKI usai cuti kampanye, akan menganggu opini warga Ibu Kota karena Ahok berstatus sebagai terdakwa kasus penistaan agama.

"Ini masalah kultur. Kami memikirkan psikologis sosial di masyarakat memiliki gubernur yang juga berstatus terdakwa dan menjalani persidangan," kata Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif, kepada Rimanews, hari ini.

Ahok adalah terdakwa kasus penistaan agama menyusul pernyataannya mengutip Al Maidah 51 saat berbicara di depan warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, akhir September silam. Kasusnya disidangkan sejak awal Desember dan pekan depan memasuki persidangan ke-10.

Dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 83, dan Peraturan KPU, kepala daerah yang berstatus terdakwa harus diberhentikan sementara. Tapi menurut Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, kementeriannya belum mengeluarkan surat pemberhentian terhadap Ahok sebagai gubernur karena masih menunggu pembacaan tuntutan jaksa terhadap Ahok.

Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, sebelumnya, memastikan bahwa Ahok akan kembali mengisi jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta setelah masa cutinya berakhir di tanggal 11 Februari 2016. Bahkan, Soni sapaan karib Sumarsono menyebutkan pada hari itu diriya akan menggelar acara serah terima jabatan dengan Ahok.

Syarif memahami pernyataan Soni dengan mempertimbangkan aturan yang ada khususnya di Kemendagri. Kemungkinan terbesar, menurutnya, ketika Ahok sedang disibukan dengan proses hukumnya, maka Djarot yang akan menggantikan. [rnc]

Rencana Aksi 112, Ini Ancaman Wiranto Jika Aksi Masih Nekat Digelar




Unjuk rasa Aksi Bela Ulama yang rencananya akan digelar pada 11, 12 dan 15 Februari 2017, tampaknya bakal urung dilakukan.

Sebab, Mendagri Tjahjo Kumolo dan Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana melarang aksi tersebut.

Bahkan, Menteri Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto juga melarang. Pasalnya pada tanggal tersebut merupakan masa tenang kampanye Pilkada Jakarta.

"Yang pasti bahwa Minggu tenang itu tidak ada lagi diizinkan lagi pengerahan massa di tempat umum," ujar Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (6/2).

Menurut mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) ini, bila masyarakat akan tetap melakukan unjuk rasa, maka aparat penegak hukum akan menindak.

"Aparat keamanan akan menindak tegas, jadi jangan disalahkan aparat keamanan, yang kami salahkan adalah ke yang melanggar hukum," pungkasnya

Sebelumnya beredar informasi, adanya ajakan melakukan unjuk rasa yang dinamai dengan Aksi Bela Ulama. Rencana aksi tersebut akan dilakukan 11, 12 dan 15 Februari.

Adapun 39 organiasi kemasyarakatan (ormas) berserta Front Pembela Islam (FPI) akan melakukan unjuk rasa. Sementara tema unjuk rasa itu adalah ‘Umat Musliim Wajib Memilih Pemimpin Muslim dan Umat Muslim Haram Memilih Pemimpin Nonmuslim (Haram)’.

Sekjen Majelis Syuro DPD FPI DKI Novel Bamukmin memastikan aksi 112 akan berjalan super damai. Dia mengatakan pada Sabtu (11/2) mendatang hanya merupakan silaturahmi dari 2 aksi sebelumnya.

"Ini momennya jalan santai, artinya ajang silaturahmi yang betul-betul kita aksi super super super damai," kata Novel di Gedung MUI, Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin (6/2/2017).

Novel mengatakan aksi yang akan digelar itu nantinya hanya berisi orasi biasa. Namun massa yang akan hadir diperkirakan tidak akan sebanyak aksi 212 lalu. [jpnn/itc]

Budaya Kekerasan di Dunia Pendidikan


Dunia pendidikan kita kembali dirundung duka. Belum usai penyelesaian atas kasus tewasnya tiga orang mahasiswa UII Yogyakarta pada Diksar Mapala 14-20 Januari 2017 lalu, yang terbaru seorang mahasiswi di Kota Bandung dianiaya oleh teman-temannya sendiri. Penganiayaan merupakan buntut dari saling bully antara korban dan pelaku di media sosial. Pelaku yang tidak terima dibully, lalu menganiaya korban.

"Saling bully di medsos awalnya, jadi yang memulai bully itu korban kepada pelaku. Pelaku tidak terima dibully," kata Kanit Reskrim Polsek Buahbatu, Iptu Sarjana saat dikonfirmasi, Sabtu (28/1/2017) malam.

Sarjana menuturkan, pelaku memancing korban untuk menghampirinya di Metro Suites Apartemen di Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Selasa (24/1) karena tak terima karena dibully. Pelaku kepada korban berpura-pura sedang dipukuli orang lain.

Akibat penganiayaan tersebut, korban melaporkan para pelaku ke polisi pada Rabu (25/1). Selang beberapa jam setelah dilaporkan, keempat pelaku berhasil ditangkap di tempat berbeda.


Polisi berhasil mengamankan dua orang pelaku di Metro Suite Apartemen dan dua orang lainnya di wilayah Ciganitri, Kota Bandung."Pelaku itu M (20), R (21), R (17), I (17). Mereka ada yang kami titipkan di Lapas anak dan ruang tahanan di Polrestabes Bandung," imbuh Sarjana. (detik.com, 29/1/2017)

Sebenarnya, kekerasan di dunia pendidikan tidak hanya sekali ini terjadi melainkan berulang kali. Bisa dikatakan saat ini di negara kita sedang mengalami krisis dunia pendidikan. Pemerintah berusaha untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah dengan perencanaan penghapusan kekerasan pada dunia pendidikan dengan melibatkan pihak pendidik atau sekolah dengan mengawal para siswa untuk tidak melakukan kekerasan yaitu melakukan penyuluhan dan pelarangan siswa menggunakan gadget karena banyak para pelajar menggunakan media sosial untuk membuat grup kekerasan seperti @01gbg dan juga @basisstrong wanita yang sengaja mengajak temannya untuk menantang sekolah lain yang akan diserang.

Tetapi solusi yang diberikan pemerintah tersebut tidak membuahkan hasil. Mala kekerasan di dunia pendidikan semakin bertambah banyak dan berlangsung terus-menerus. Karena pada dasarnya saat ini negara kita masih menggunakan sistem Demokrasi yang menganut beberapa kebebasan salah satunya kebebasan bertingkah laku. Sehingga bertambah  pulalah kekerasan dan kejahatan baik oleh siswa maupun oleh masyarakat umum. Sehingga tindakan kriminal yang lainpun bertambah merajalela.

Solusi untuk semua problematika kekerasan tersebut hanya dengan menerapkan sistem yang sesuai dengan fitrah manusia dan juga dapat menyelesaikan semua permasalahan manusia dengan tuntas yaitu dengan menerapkan sistem Islam. Karena hanya dengan Islamlah kita akan terbebas dari segala persoalan.

Wallahu ‘alam bi as-showab 

Murka Besar Terhadap Ahok, Aa Gym: DEMI ALLAH Kami tak Rela KH Ma'ruf Amin Direndahkan




Cecaran terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Ketum MUI Ma'ruf Amin mendapat beragam kecaman. Pemimpin pondok pesantren Da'rut Tauhid Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym mengaku tak rela Ma'ruf Amin direndahkan dan diancam. 

"Demi Alloh, tak rela KH Ma'ruf Amin, guru /orang tua /ulama kami, pimpinan MUI yg Amat kami hormati cintai, direndahkan dan Diancam siapapun," ujar Aa Gym lewat kicauan di akun resmi i-nya, Rabu (2/1).

Menurut Aa Gym, sungguh buruk sungguh buruk perangai mereka yang tak menghormati orang yang lebih tua. Apalagi ulama yang yang dituakan oleh majelis ulama di negeri ini.

Sebelumnya terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengancam akan memproses secara hukum Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin. Hal tersebut karena ia menilai KH Ma'ruf Amin telah memberikan keterangan palsu dalam persidangan.

Ahok menjelaskan KH Ma'ruf Amin telah berbohong dengan mengatakan tidak pernah menerima telepon dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, Ahok menegaskan pihaknya mempunyai bukti jika Ketum MUI menerima telepon dari SBY pada tanggal 6 Oktober 2017, atau sehari sebelum KH Ma'ruf Amin menerima kunjungan pasangan cagub-cawagub Agus-Sylvi di Kantor PBNU pada tanggal 7 Oktober 2016.

"Jadi jelas tanggal 7 Oktober saudara saksi saya berterima kasih ngotot bahwa saudara saksi tidak berbohong, tapi kalau berbohong kami akan proses secara hukum saudara saksi, untuk membuktikan bahwa kami memiliki bukti," tegasnya di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1).

Ahok menilai, KH Ma'ruf Amin tidak pantas menjadi saksi dalam kasus yang menjeratnya karena sudah tidak objektif. Ahok pun menuding jika Ketum MUI itu sudah jelas mengarah mendukung pasangan cagub-cawagub Agus-Sylvi.

"Saya juga keberatan saksi membantah tanggal 7 Oktober 2016 bertemu pasangan calon nomor urut satu, jelas-jelas saudara saksi menutupi riwayat pernah menjadi Watimpres Susilo Bambang Yudoyono (di tengah persidangan)," ujarnya usai mendengarkan kesaksian Kiai Ma'ruf di Gedung Kementan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1). [rci]

Tindakan Ahok ini menuai kecaman dari banyak tokoh baik pakar hukum, para ulama, maupun ormas-ormas besar diseluruh Indonesia. Ahok sudah benar-benar mengibarkan bendera perperangan dengan umat islam.